Pengakuan Anak untuk Diri Sendiri

Pengakuan anak dengan cara ini dilaksanakan secara langsung, misalnya si fulan mengatakan bahwa itu adalah anakku. Jika pertanyaa ini memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam, maka anak tersebut menjadi sah bagi yang mengakuinya.

Menurut Abdullah Ali Husein dalam hukum Islam dikenal beberapa syarat untuk melaksanakan pengakuan seorang anak bagi dirinya sendiri, yaitu (1) orang yang mengetahui anak haruslah seorang pria sebab tidak ada alat bukti lain menurut hukum Islam untuk membuktikan adanya hubungan kebapaan, sedangkan bagi wanita pembuktian dapat dilaksanakan dengan menyatakan ia mengandung dan melahirkan anak tersebut; (2) orang yang mengakui anak haruslah orang mukallaf sedangkan pengakuan orang gila, orang yang dipaksakan, dan orang yang belum cukup umur tidak dapat diterima; (3) anak yang diakui itu haruslah anak yang tidak diketahui nasabnya, tidak sah pengakuan terhadap anak yang sudah diketahui nasabnya, demikian juga terhadap anak yang telah terbukti secara sah sebagai anak zina atau tidak diakui sebelumnya dengan cara lain;(4) pengakuan itu tidak lagi disangkal oleh akal sehat, misalnya umur anak yang diakui lebih tua dari yang mengakui, atau tempat tinggal mereka sangat jauh yang menurut ukuran biasa tidak mungkin mereka mempunyai hubungan anak atau kebapaan; (5) pengakuan itu dibenarkan oleh anak dewasa yang diakuinya, jika yang diakuinya menyangkal terhadap pengakuan itu, maka pria yang mengakui itu harus membuktikanya atau anak yang diakui itu harus mengangkat sumpah kalau ia mau maka hubungan nasab itu terbukti adanya.

Apabila pengakuan anak telah dilaksanakan sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana tersebut diatas, maka anak yang diakui itu menjadi anak yang sah dan kedudukannya adalah sama dengan kedudukan anak kandung. Pengakuan anak tersebut dapat dilakukan dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan lembaga resmi dengan akta autentik atau surat biasa. Pengakuan anak tersebut merupakan tindak sepihak, kecuali apabila orang yang diakui itu sudah dewasa dan menyangkalnya, dalam hal yang terakhir ini diperlukan campur tangan pihak pengadilan.

Apabila seorang pria telah melaksanakan pengakuan terhadap seorang anak dengan menyatakan bahwa ia adalah anaknya, maka pengakuan tersebut tidak boleh dicabut kembali, sekali ia telah mengikrarkannya maka pengakuan itu berlaku terus sepanjang masa. Pengakuan anak itu dapat dilaksanakan kapan saja, walaupun setelah meninggalnya orang yang diakui. Hanya saja hukum  Islam menganggap bahwa pengakuan anak terhadap orang yang telah meninggal dunia bermotif yang tidak baik, biasanya karena ada warisan . dalam hukum Islam pengakuan anak yang seperti ini dapat diterima apabila anak yang diakui itu tidak mempunyai ahli waris dan harta peninggalan hanya sedikit.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top